Bab 9 – Base Camp (bagian II)

Font Size :
Table of Content
           


Link

Kelihatannya Cleria juga ingin mandi. Itu bagus. Tubuh Cleria masih memiliki bercak darah kering di sekujur tubuhnya. Dia sepertinya sudah mencoba membersihkannya sebagian, namun di wajah dan rambutnya masih terdapat beberapa noda.

Ups, dia kelihatannya ingin aku membantunya melepaskan armornya. Oh, ternyata ini mempunyai banyak sabuk. Kukira orang memang tidak bisa memakai ini sendirian. Armor itu anehnya terasa ringan ketika melepaskannya. Aku sudah memperhatikannya saat aku memeriksa protector kemarin, namum bahkan armor pada batang tubuhnya terasa ringan.

(Terbuat dari apa ini?)

[…Tidak diketahui.]

Huh? Nanom tidak bisa menganElisa benda ini?

[Tolong masukan sebuah sampel.]

Eh? Bukankah itu tidak bagus? Biar bagaimanapun juga ini milik Cleria. Apakah potongan dari bagian belakang armor akan berhasil? Aku menggoresnya dalam kepingan yang sangat kecil dan menelannya.

[Kelihatannya ini adalah perpaduan metal pada beberapa sisi.]

Uh, baik. Jadi kau tidak bisa memberikan rincian lain, huh? Ini terlihat seperti baja stainless namun anehnya sangat ringan. Aku tidak punya pilihan selain bertanya padanya nanti. Aku membersihkan kotoran potongan armor dengan kain.

Sepertinya dia sudah selesai mandi. Saat aku berbalik, aku melihat seorang gadis yang sepenuhnya berbeda dibandingkan sebelumnya.

Eh? Cleria?

Dia berubah sangat cantik sampai-sampai aku salah mengenalinya sebagai orang lain.

Rambut kastanye-nya yang lebat dan kulit seputih susu. Fia memiliki fitur elegan bak seorang Miss Galaxy.

Bagaimana bisa penampilannya banyak berubah hanya dengan membersihkan beberapa kotoran? Dia seperti manusia yang terlahir kembali! Wanita memang menakutkan.

Sekarang sudah malam.

Waktunya tidur. Aku meminta Cleria berbaring duluan, membersihkan sisa-sisa makanan, mengambil beberapa kayu bakar, kemudian melemparnya ke api unggun dan menyuruh nanom mengambil tugas jaga.

Aku bangun saat fajar seperti biasa. Ada masih banyak daging ikan dan babi hutan sisa kemarin, jadu aku memanggang semuanya sebelum busuk. Kami bisa santai untuk makan siang.

Cleria sepertinya terpancing oleh bau daging panggang dan ikan dan bangun juga. Menunya sama seperti kemarin. Aku menahan diri untuk membuat canape kali ini.

Nafsu makan Cleria sangat besar saat pagi, namun ada cukup daging panggang, jadi aku membungkus sisanya untuk bekal makan siang.

Setelah bersih-bersih, aku membantu Cleria mengenakan armornya kembali dan berangkat. Aku ingin mencari tempat yang cocok sebagai base camp ke arah hulu, arah yang cukup jauh dari jalan. Biar bagaimanapun juga, ada banyak keuntungan berkemah di dekat sungai.

Kami berjalan sekitar tiga jam lamanya menyusuri tepi sungai. [Ada daerah terbuka luas di depan.] Nanom tiba-tiba memberi laporan.

Ada ruang terbuka lebar diantara dua batu besar di dekat sini. Ketimbang goa, tempat itu lebih cocok disebut celah diantara dua batuan besar.

Aku dengan hati-hati masuk ke dalam. Aku membungkuk rendah agar leluasa, namun sebenarnya interiornya cukup tinggi bagi orang berdiri. Ukurannya 5×5 meter kuperkirakan.

Sayangnya, ada sekitar 10 sentimeter celah diatas himpitan dua formasi batu itu. Jika hujan, air akan mengalir dari sana.

Tapi kalau untuk tempat berteduh saat siang, tempat ini cukup nyaman. Ada juga area yang tidak terdampak hujan di dalam, jadi harusnya gak masalah sih.

Secara keseluruhan ini cukup bagus. Yep, ini hebat. Jika kami menaruh beberapa penghalang di pintu masuk, ini akan sempurna sebagai base yang sempurna.

Apa Cleria tidak masalah dengan tempat ini? Aku bertanya dengan gerakan tubuh, dan dia mengangguk sebagai jawaban. Untuk sementara waktu, mari tinggal disini. Jika kami menemui masalah, cukup cari tempat lain.

Pertama-tama, mari pikirkan cara untuk menutup pintu masuk. Yah, opsi yang tersedia adalah batu atau membuat pagar kayu.

Kami menyimpan barang bawaan kami di dalam dan pergi keluar dengan senjata di tangan untuk jaga-jaga. Aku menemukan kolam lain sekitar 50 meter ke hulu yang cocok untuk mandi. Ada juga beberapa ikan yang berenang disana.

Setelah melihat sekeliling sebentar, kami tidak berhasil menemukan material yang cocok untuk menutupi pintu masuk. Tunggu, ada pohon tumbang yang cukup besar sekitar 150 meter di depan, dekat tepi sungai. Kelihatannya tidak cukup tahan lama untuk pemakaian jangka panjang, tapi ayo periksa dulu.

Saat mengamati dari dekat, pohon ini memang memiliki batang kayu yang tebal. Sepertinya pohon ini sudah berdiri di tempat ini untuk waktu yang sangat lama sebelum akhirnya tumbang. Ketebalannya sempurna, dan panjangnya sekitar 10 meter.

Jika saja aku memiliki peralatan yang dikhususkan untuk memotong pohon, kami tidak akan menemui masalah. Tapi aku tidak punya benda semacam itu. Bahkan sepertinya akan sulit bagi kapak untuk memotongnya karena ketebalan kayu. Akan sulit serta menyita waktu jika menggunakan pisau. Sebuah pedang bukan pilihan yang tepat juga.

Aku menarik pedangku dan mencoba menusukkan ujungnya. Saat kulakukan, ujung pedang menembus setengahnya.

Wow, pedang ini sangat tajam! Aku bahkan tidak menempatkan banyak tenaga. Selanjutnya aku coba menusukkannya dengan menambahkan kebih banyak tenaga. Kali ini, ujung pedang sepenuhnya masuk ke dalam. Terlalu merepotkan jika terus melakukan ini berulang-ulang.

Jika aku menebasnya dengan kekuatan penuh berulang kali, ada kemungkinan pedang akan hancur atau tumpul.

Huh? Situasi ini agak familiar…

Kalau dipikir lagi, ada scene yang mirip dengan ini dalam game.

Game RGP itu terdapat monster kura-kura yang akan memantulkan sebagian besar serangan jika kau hanya menyerang dengan pedang biasa. Ini adalah babak adu kekuatan apakah pedang atau moneternya yang pertama hancur.

Aku ingat banyak pedangku yang rusak pada babak itu.

Tapi jika kau ahli dalam mengendalikan Ki, kau akan bisa melewati babak itu tanpa menghancurkan pedangmu dalam prosesnya.

Itu benar! Aku ingat sekarang. Ada teknik yang sudah dipelajari untuk melewati babak itu.

Corinth-style Swordsmanship Hidden Technique – Final Blade

Ini adalah teknik spesial yang akan mengalirkan Ki (energi kehidupan) dari tubuh ke bilah pedang untuk meningkatkan serangan dan kekuatan memotong.

Aaargh! Nama jurus yang bikin malu!! Beneran, apa yang kupikirkan saat itu?

Apa-apaan dengan Ki (energi kehidupan) itu lagian? Para pengembang game terlalu banyak bercanda dalam dalam mendesain game itu.

Aku ingat hari-hari ketika aku mati-matian mencoba meniru skill itu dari NPC master dan berhasil menguasainya setelah trial dan error yang tak terhitung jumlahnya. Itu membuat nostalgia yang membuatku ingin mencobanya saat ini juga.

Aku menutup mata dan mengambil kuda-kuda denhan pedangku. Aku merasakan energi kehidupan di dalam tubuhku, mengontrol alirannya dan mengirimkannya ke kedua lenganku, menuju ujung pedang…. Becanda deh!!

Aku cuma main-main sedikit. Namun ketika aku membuka sekali lagi, pedangku bersinar terang.

(Loh kok, ada apa ini?)

[Tidak diketahui. Tapi kami mendeteksi tanda dari energi yang tidak diketahui.]

Lagi-lagi tidak diketahui, huh. Apa barusan aku benar-benar mengaktifkan Final Blade-ku?

Aku dengan ringan menebas batang pohon dengan pedangku. Pohon itu dengan mudah terpotong tanpa kendala apapun.

Oi, oi! Apa-apaan ini sebenarnya? Aku menatap pedang yang bersinar ini dengan instens.

Bahkan Cleria sendiri nampak terkejut! Saat aku berbalik ke arahnya, aku melihatnya terpaku pada batang pohon yang terpotong dan bukannya pedang yang bersinar. Huh? Kau peduli soal itu?

(Ini aneh, bukan?) Aku bertanya pada nanom.

[Ini memang tidak normal.]

Yep, kupikir juga begitu. Yah, aku berhasil memotongnya, jadi terserah. Mari manfaatkan dengan baik kayu ini. Aku mendorong batang pohin itu sepanjang jalan menuju base kami.

Ketika aku sampai, aku mencoba berpikir cara terbaik memanfaatkan benda ini. Kurasa aku cuma perlu menggunakan kekuatan untuk menggeser benda ini ke samping tiap kali kami mau keluar. Lagian tidak ada gunanya memakai penghalang pintu masuk yang bisa digerakkan dengan mudah. Diameternya sekitar satu meter, dan terlihat cukup berat.

Aku meminta Cleria untuk masuk duluan lalu mengikutinya selagi menarik batang kayu ini untuk menutup pintu masuk. Aku senang kami bisa menemukannya di area yang cukup dekat. Celah yang tersisa tidak lebih dari 20 sentimeter. Mahluk berbahaya tidak akan bisa masuk dengam mudah kalau begini.

Saat aku berbalik ke arah Cleria untuk meminta pendapatnya, dia mengangguk sambil nampak terkesan.

OK. Dengan ini, keamanan terpasang.

Karena ini sudah 10 pagi, aku putuskan makan siang lebih awal. Rasa bekalnya masih enak, meskipun dingin.

Read Faloo Novels online at faloomtl.com
Table of Content Link
Advertise Now!

Please wait....
Disqus comment box is being loaded